“2020, you’re breath-taking!”

Begitulah tahun 2020 ini kalau bisa gue sederhanakan. Breath-taking yang diterjemahkan secara literally, karena 2020 memang mengambil nafas banyak orang akibat pandemi Covid-19 tak berkesudahan.

Ketika sektor bisnis lain mengalami penurunan atau bahkan anjlok sampai ke tingkat paling rendah, gaming industry justru mencatat sebaliknya. Rakyat yang tadinya bekerja di kantor, selama pandemi harus dipaksa bekerja di rumah dan mengasingkan diri dari pergumulan dunia luar.

Akhirnya, aktivitas yang dapat menekan kebosanan saat berada di rumah pun meningkat pesat. Main game adalah salah satunya. Beberapa game seperti Animal Crossing sampai harus dibeli dengan harga mahal karena animo masyarakat yang tinggi saat pandemi. Bahkan harga Nintendo Switch pernah naik dua kali lipat selama pandemi dikarenakan produksi yang turun namun permintaan melonjak naik.

Walau industri gaming menjadi primadona di saat pandemi, tapi nggak semua developer dan publisher bisa menikmatinya. Buktinya, ada banyak game yang gagal viral pas rilis alias sama sekali nggak kedengeran, kehilangan banyak playernya, dan ada yang bahkan sampai harus ditarik dari peredaran.

Berikut adalah jajaran game paling buruk, di tahun yang juga paling buruk, di tahun 2020, versi Paguyuban Mendang-Mending Indonesia.

The Hall of Shame.

10. Godfall

Godfall ini selalu mengingatkan gue ke pepatah, “Ganteng aja nggak cukup, ganteng kalo nggak punya duit ya sama aja, mokondo namanya.”

Godfall ini adalah contoh cowok mokondo. Ganteng doang, tapi isinya nggak ada. Dikemas dengan grafik moncer, bersinar, dan penuh warna, namun eksekusinya sarampangan dan sedikit banget kontennya. Game bergenre looter-slasher yang dungeon-crawling ini malah nyaris nggak terdengar sepak terjangnya sejak awal rilis. Padahal, game ini adalah game pembuka rilisnya PS5.

Dari segi grafik emang sangat memanjakan mata.

Godfall punya kendala yang sama pada genre sejenis, seperti Division, Anthem, Marvel Avengers, Warframe, Destiny dan masih banyak lagi. Semua game ini dihadapkan pada masalah yang sama seperti balancing weapon, mekanik, looting system, dan yang paling utama: update konten.

Godfall sendiri pada dasarnya adalah warframe yang dieksekusi macem Darksoul tapi punya settingan difficulty. Kita bermain tanpa map apapun seperti Darksoul, berpindah dari satu checkpoint ke checkpoint lainnya, sampai akhirnya menyelesaikan misinya. Sorry to say, Warframe bahkan jauh lebih baik dari ini. Ceritanya pun dangkal yang intinya adalah pembalasan dendam karna saudara seperjuangan berkhianat kepada kita dan negara.

Masalah utama Godfall adalah konten yang minim sejak perilisan di November 2020. Setelah end-game, aktivitas yang kita dapat lakukan adalah pure grinding material untuk bikin Valorplate (frame pada Warframe) dan grinding senjata legendary. Valorplate pun sampai sekarang nggak bisa diupgrade secara penampilan karena memang nggak ada tiernya.

Contoh Valorplate atau “robot” yang bisa kita pake.

Masalah lainnya adalah sistem multiplayer yang berantakan. Kita nggak bisa main dengan random player dan hanya bisa matchmaking dengan teman yang terintegrasi dengan Epic Store atau friend list di PS5. Ini justru blunder besar karena banyak orang bahkan belum punya PS5. Main di PC pun sama aja, karena game ini adalah game eksklusif Epic Game Store.

Kita tunggu update dan tentunya diskonan. Buat gue, Godfall nggak pantes kalian beli di harga full untuk konten yang cuma seadanya. Gue akan memberikan full review Godfall di bulan Januari 2021.

9.    Predator: Hunting Ground

Sempat punya hype yang tinggi karena Predator sendiri adalah karakter yang akrab dengan anak 90-an, berawal dari film kemudian diadaptasi menjadi karakter ke dalam banyak game, Predator: Hunting Ground kali ini akhirnya cuma jadi konten marah-marahnya gamer di Youtube.

Sesuai dengan yang namanya Hunting Ground atau tempat berburu, kita bermain sebagai pasukan tentara dan tentunya menjadi Predator. Gameplay nya pun mirip-mirip game dengan genre sejenis seperti Dying Light. Intinya, kita ya kucing-kucingan dengan tentara yang dimainkan online oleh orang lain.

Game third-person shooter ini punya masalah di segala aspek. Dari imbalance-nya matchmaking, sulitnya mendapat lawan matchmaking, sulitnya mendapat pilihan untuk jadi Predator ketika bermain, skin predator yang sangat mengedepankan microtransaction, mekanik shooting yang sangat burik atau outdated, dan yang paling utama: Predatornya lemah banget, anjinc.

Playing as Predator, tentunya kita mendapat banyak kemudahan dong ya? Di game ini malah sebaliknya. Malah jadi capek sendiri. Mekanisme stealth yang berantakan dan langsung bikin kita ketahuan tentara lainnya, sistem armor yang justru ngasih liat kalo di game ini tuh yang paling lemah justru si Predatornya, bikin gue hanya memainkan game ini 3 match saja di versi demonya.

Nggak tahan, Bung.

Apa yang gue mainin pas demo, ternyata juga dirasain sama Aldo.

Rilis di tanggal 24 April 2020, Predator: Hunting Ground sukses menjadi bahan ceng-cengan di dua bulan berikutnya.

8.    Resident Evil: Resistance

Nebeng nama besar nyatanya nggak cukup mendongkrak popularitas Resident Evil: Resistance di tahun pandemi ini. Nggak menyusul kesuksesan RE2 dan RE3 remake, RE: Resistance nyatanya berakhir jadi sidekick yang dilupakan banyak orang. Fitur survival multiplayer yang awalnya gue kira jadi DLC untuk RE3 Remake, ternyata Resistance dirilis juga menjadi stand-alone game untuk fitur multiplayer-nya.

RE: Resistance seperti halnya Predator: Hunting Ground, kita bermain as Survival dan Mastermind. Mastermind adalah yang membuat hazard, obstacle, dan segala rintangan yang akan dihadapi para Survival. RE: Resistance memiliki masalah yang kurang lebih sama dengan genre sejenis. Koneksi yang sangat unstable antar Mastermind dengan Survival yang udah ganggu banget karena bakal rubbering di saat-saat genting. Gunfight dan weapon mekanik juga berantakan, banyak delay dan hit-nya nggak masuk. Grafiknya yang justru sangat burik dibanding dengan RE2 dan RE3 remake. Lengkap udah penderitaan.

Konten mara-mara, like always.

RE: Resistance adalah game yang cocok untuk dimainkan asal-asalan selama satu minggu, lalu kalian lupakan.

7.      Dawn of Fear

Mungkin nggak banyak yang tau kalau game yang mengadaptasi Resident Evil di jaman PS1 ini pernah rilis di PS4. Ya, karena emang sebegitu jeleknya sampe kita pun nggak sadar ini game rilis di 3 Februari 2020 kemarin.

Game ini sempet dapat hype yang lumayan karena mekanik game ini mengadopsi mekanik dan gameplay game horror di jaman PS1. Mekanik gameplay khas hide and seek, yang berjalan dari lorong ke lorong khas Dino Crisis dan RE pertama, disambut hangat para retro fans.

Namun eksekusi di game ini bercerita lain. Nggak cuma mekaniknya yang diadopsi, tapi gerakan, sampe bug, glitch dan semuanya juga dicontoh. Padahal Dawn of Fear didevelop di jaman PS4 lagi kenceng-kencengnya.

Daily dose of konten ngamuk-ngamuk.

Nggak usah capek-capek liat skor game ini di Metacritic, karena udah kayak raport anak SD yang isinya angka warna merah.

6.      Marvel’s Avengers

Square Enix emang nggak pernah cuan kayaknya kalo bikin game action-combat yang juga dikasih RPG. Marvel’s Avengers yang dirilis di bulan September 2020 ini nyatanya cuma nambahin deretan panjang game action gagal yang pernah dirilis Square Enix.

Mara-mara pas lagi livestream.

Gimana nggak gagal, hanya dalam selang waktu dua bulan, pada bulan November 2020, Square Enix dilaporkan kehilangan 96% jumlah playernya di Steam. Mereka terhitung rugi lebih dari 50 juta dollar akibat gagalnya game ini sejak hari perilisan. Alesan mereka gagal pun sudah bisa ketebak dari beberapa jam memainkan fitur multiplayernya. Game sarat grinding untuk menaikkan level character beserta skillnya, buruknya mekanik dan looting system yang diperparah dengan sistem battlepass per masing-masing character dan microtransaction yang nggak sehat, dan endingnya adalah satu: Nggak rewarding.

Ngomel aja babang Joe, ngomel teroos.

Seperti halnya Godfall, Marvel’s Avenger pun telat memberikan konten end game yang makin memperkeruh kondisi mereka. Konten tambahan yang disajikan via karakter baru – Kate Bishop – nyatanya juga nggak memberikan efek signifikan. Enam puluh dollar atau 750 ribuan kalian sia-sia untuk game ini.

5.      Cooking Mama: Cookstar

Fans Nintendo kudu kecewa sama game ini. Menjadi seri game Cooking Mama pertama di Nintendo Switch pada 31 Maret 2020, nyatanya hanya butuh hitungan seminggu, game ini udah nggak ada di Nintendo E-shop.

Kasusnya udah berat, gimana caranya coba game ini bisa dirilis dari pengembang yang bukan pemegang IP resmi seri Cooking Mama? Dan betul, hanya berselang beberapa hari dari perilisan, Planet Entertainmet  selaku pengembang Cooking Mama: Cookstar dimejahijaukan oleh pemegang IP asli Cooking Mama.

Apa yang terjadi sama Cooking Mama Cookstar?

Lalu, gimana orang yang udah terlanjur hands-on cartridge fisik dari game Cooking Mama: Cookstar? Ya, jadi harta karun dan benda bersejarah keluarga..

4.      Crucible

Game yang didevelop oleh perusahaan retailer online terbesar di muka bumi, Amazon, nyatanya nggak sesukses perjalan karir CEO-nya. Udah enak-enak dagang online, malah bikin game coba.

Crucible dirilis tanggal 20 Mei 2020 di Steam dan nggak digubris banyak orang. Game yang bergenre shooter yang hero-based macem Overwatch ini, sempet mengalami krisis identitas diri. Gimana nggak krisis identitas, Crucible dirilis dengan gameplay MOBA, Battle royale, dan team-based sekaligus di satu mapnya. Dahla, capek banget.

Penerus Anthem yang bahkan lebih ancur lagi.

Dan terbukti, pada bulan Juli 2020, Crucible yang statusnya sudah rilis, diturukan statusnya kembali menjadi open-beta dan ditarik dari Steam. Di status open beta ini, Crucible menghilangkan mode battle royal dan deatmatch nya, lalu memilih jalan ninja sebagai third-person moba shooter.

Aksi yang diambil developer Crucible ini pun membuahkan hasil. Tepat di bulan Oktober 2020, Crucibel resmi ditutup dan ijin pamit. Beneran pamit ini nggak balik lagi kayak Youtuber. Server di-shut down, dan Amazon pun lanjut dagang online lagi.

3.      Warcraft III: Reforged

Siapa yang nggak tau Warcraft III? Gue rasa semua anak 90-an main game ini. Gue adalah salah satu yang menanti-nanti game jaman SD ini di-remake kembali dengan performa dan engine masa kini. Walau dari trailer di 2019 gue udah kecewa, karena ya emang di versi Reforged-nya Warcraft III tetep mempertahankan “kejadulan”-nya alias old school graphic.

Gue kira cuma di situ aja masalahnya, ternyata nggak. Blizzard yang dulu gue kenal emang bukan yang dulu lagi. Blizzard lebih kerasa Activision di jaman sekarang. Semua adalah cuan, battlepass, dan microtrans.

Warcraft III: Reforged adalah bukti game sebagus apapun akan menjadi sampah kalo ditangani oleh Publisher arogan. Di Warcraft III: Reforged, gue nggak akan bisa mainin game jadul alias base Warcraft III, karena begitu gue instal versi Reforged-nya, base game akan terupdate dan nggak bisa dimainkan. Satu-satunya cara adalah instal versi bajakannya. Belum selesai dosa Blizzard, semua map yang dibikin oleh player nantinya menjadi hak milik dan IP-nya Blizzard. Jadi kalian nggak akan bisa gunain map itu tanpa lisensi dari Blizzard.

Seperti yang kalian udah tau, DOTA All star adalah salah satu bentuk kreativitas player Warcraft yang menciptakan map dan gameplay-nya, sampe akhirnya menjadi salah satu game MOBA yang paling banyak playernya.

Sesi papa tiri mara-mara.

Perjalanan panjang Blizzard dalam mengembangkan Reforged itu intinya cuma ini: Warcraft III yang bisa matchmake online. Grafiknya pun cuma meningkat sedikit. Ditambah busuknya server dan koneksi, Warcraft III: Reforged resmi menjadi game nostalgila terburuk di 2020.

Ampun bang Blizzard, ampun.

Uhh, udah nomer dua aja ini..

Gawat.

2.      Cyberpunk 2077 (ampun, maaf, jangan bully saya)

Kalau bulan Maret sampe Oktober itu ibarat set up, bulan Desember adalah punch line-nya. Ya, 10 Desember adalah tanggal rilis Cyberpunk 2077. Perjalanan kontroversial CD Projekt Red selaku pengembang dan publisher Cyberpunk 2077 ini sejak awal tahun 2020 selalu menarik perhatian semesta. Sampai akhirnya bulan Desember ini, Cyberpunk 2077 adalah buah bibir di segala penjuru internet.

Jujur aja, meme, bug, dan glitch Cyberpunk 2077 di internet udah sangat saturated. Gue akan keluarin full review-nya di Januari 2021 untuk game ini.

Untuk apa yang terjadi pada Cyberpunk selama awal rilis sampai hari ini, kalian bisa baca di sini. Untuk apa yang terjadi dengan CDPR, kalian bisa baca di sini.

Sebenernya, gue nggak mau masukin Cyberpunk 2077 di list 10 game paling buruk 2020, tapi.. apa yang PS4 dan Xbox one player rasakan, apa yang terjadi di dalam game itu, bahkan core game itu sendiri yang dijual sebagai game open world paling imersif, lalu konflik internal CDPR dengan para investornya, adalah bukti bahwa game ini bener-bener bermasalah dan berhentilah membela apa yang benar-benar telah terjadi.

Apresiasi story gameplay-nya, Keanu Reeves, tapi jangan defensif dengan segala kekurangan besarnya.

AKHIRNYA, GAME PALING AMPAS, BURIK, DAN ANCUR TAHUN 2020 JATUH KEPADA..

*drum rolls*

#1

Fast Furious Crossroads

Inilah game paling ancur yang pernah ada di 2020. Gue bahkan berani bertaruh ceban-ceban kalau Fast Furious Crossroads akan terus masuk jajaran 5 besar game paling ancur sampai di satu dekade ke depan.

Gue bahkan sampe matiin status akun playstation gue jadi offline supaya nggak ketauan sama temen-temen. Iya, gue malu mainin game ini. Untung belinya versi BD dan kena diskon blibli. Baru sehari mainin game ini, besoknya BD udah gue taruh di Tokopedia.

Gue juga nggak sanggup nulis review-nya, karena game ini nggak bisa gue tamatin. Game ini cuma cocok dikata-katain di tongkrongan. Anthem yang hancur lebur dan menjadi the worst game of 2019 aja bisa gue tamatin, tapi gue nyerah kepada juara Hall of Shame 2020, Fast Furious Crossroads.

Konten Mara-mara paling paripurna si Aldo.

So, itulah 10 Game Terburuk dan Paling Kontroversial versi Paguyuban Mendang-Mending Indonesia. Selamat tahun baru 2021, dan 22 Januari nanti selamat merayakan Hari Raya Playstation 5 bagi yang merayakannya.

By The Weakling Casuls

Menulis berita dan opini seputar gaming setiap hari. Sering kena roasting sama akun anon di grup Facebook PC dan konsol bajakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *