Sengit!
Bak pertempuran pasukan Avengers melawan pasukan Thanos, grup di berbagai platform sosial media menjadi arena baku hantam antara Tim mending-beli-PS5-Slim, tim mending-nunggu-PS5-bisa-di-HEN, dan tim mending-nunggu-versi-PS5-yang-udah-nggak-cacat-lagi, dengan Tim beli-PS5-day-one-early-adopter. Grup Whatsapp gaming gue yang tiap hari kerjanya cuma ngebahas bokep daripada mabar pun, hari itu ramai menjadi grup perdebatan mending beli PS5 sekarang atau 10 taun lagi. Apa yang disatukan bokep, ternyata bisa slek cuma karena perkara dulu-duluan beli PS5.
Nggak nyangka..
Belum selesai di perdebatan itu, tim Sultan beli PS5 day-one yang belinya di harga dua kali lipat dari harga resmi Sony Indo ini, kerap kali memosting foto hands-on PS5 dengan caption, “Duluan, gaes.” Ini tentu membuat amandel meradang. Jempol-jempol para member yang beli PS5-nya nunggu jadi harga setengah juta pun segera sat-set-sat-set berlomba siapa yang paling savage di kolom reply.
Di setiap pertikaian tersebut, akan selalu ada komen salah pengertian dari member yang ngebahas mantap-mantapnya memiliki PC gaming. Nikmat memiliki PS5 harga 17 juta di minggu awal perilisan, dijawab tuntas dengan nikmat memiliki PC gaming rata kanan ultra mentok 2000 fps. Dari sini lah balada mending rakit PC dimulai. Kalo ketemu yang begini, ada baiknya kita sentil aja batu ginjalnya.
Setelah nge-scroll feed Facebook dan beberapa grup sampai lupa main PS, gue tarik poin penting dari perdebatan mereka. Tanggapan mereka nggak jauh dari: tinggal nggak usah dibeli dari scalper, mengutuk keras sistem bisnis scalping pokoknya harus segera dimusnahkan, dan tetep.. mending rakit PC.
Sebenernya apa sih scalping ini?
SCALPER PROFESSIONAL DAN AMUKAN NETIJEN
Harga yang menyeruak sampai di angka tujuh belasan juta ini bukanlah tanpa sebab-musabab. Jujur aja gue nggak tau dari mana netijen membawa kata scalping ke dalam sistem bisnis “nimbun barang” di sini. Awalnya, kata scalping ini diambil dari istilah strategi trading forex yang kurang lebih jual cepat dengan margin tipis menggunakan lot yang lumayan besar. Perbedaan dengan apa yang terjadi di PS5, mereka ngambil margin dengan cukup kurang ajar. Harga SRP PS5 Indonesia yang di kisaran 8,7 juta untuk varian disc, dijual di 17 juta. Ini mah udah masuk harga crazy rich Citayem.
Sederhananya, bisnis timbun barang ini seolah-olah nyelengkat jalur distribusi penjualan ke end-user sehingga mereka bisa beli dalam partai besar dan dapetin duluan. Karena belinya dalam jumlah kurang ajar, yang lain somehow nggak kebagian. Akhirnya, si kampret ini bisa ngejual suka-suka dan tetep laku karena jumlah barang di pasar sangatlah kurang. Satu-satunya hal yang sama dengan scalping teori trading adalah adanya timing. Itu mafia nggak akan mungkin nimbun PS5 dalam waktu yang panjang karena ada faktor hype yang bisa turun. Ini terbukti seller-seller indo yang juga ikutan main timbun barang mulai nurunin harga PS5 di hari semakin dekatnya pre-order resmi region Asia di Indonesia.So-called scalper ini harus nimbun barang lain yang punya hype tinggi atau dia akan bernasib sama seperti penimbun masker. Kena azab berak berdahak.
Adalah CrepChiefNotify, salah satu komunitas penimbun well-organized di Facebook yang di hari pertama pre-order PS5 berhasil mengganyang lebih dari 3,500 unit PS5 dan menjualnya kembali di harga tiga kali lipat dari aslinya. Sebuah pencapaian yang mengerikan mengingat PS5 ini ibarat pertarungan hidup-matinya gengsi para lekaki gamer untuk bisa merangsek ke papan atas tangga panjat sosial komunitas gaming via foto hands-on.
Seketika, internet pun berang. Banyak yang mengutuk tindakan keji tersebut karena mereka adalah salah satu pelaku yang membuat PS5 menjadi barang langka di pasar. Bahkan mereka mampu meraup keuntungan lebih dari 500 juta dalam kurun waktu yang sebentar.
Cuan at its finest!
Percaya nggak percaya, sistem scalping ini tu mirip sistem reselling biasa. Ini adalah bisnis yang udah lama ada tapi para gamer baru heboh belakangan ini. Ibaratnya ngambil barang di China 50 ribu rupiah, terus kita jual lagi di indo 150 ribu rupiah. Kita beli PS5 region EU di harga $499, terus kita jual lagi di Indo dengan harga $599. Ibarat kita ngambil barang langsung dari pabrik first hand, maka kita bisa jual lagi ke pihak kedua dengan harga lebih mahal. Ini sesederhana ada supply karna ada demand. Nggak cuma PS5, GPU RTX3090 juga kena timbun di awal-awal perilisannya, tapi orang-orang ya biasa aja.
Netijen luar pun ikut menumpahkan makiannya ke akun Facebook CrepChiefNotify karena mereka terang-terangan menyatakan nggak merasa bersalah udah scalping lebih dari 3,500 unit PS5. Sistem pre-order PS5 dari Sony yang hanya memperbolehkan pre-order satu unit untuk satu orang nyatanya tetep bisa diakalin oleh komunitas-komunitas tukang timbun ini..
HOW IT WORKS?
Inilah yang membedakan antara reseller, dropshipper, dengan para tukang timbun yang bisa bikin barang langka di pasar: Komunitas dan privilege.
Sistem bisnis mereka ini mirip crowd-funding. Mereka menghimpun dana untuk memesan barang yang akan di-scalping dari para member. Mereka pun memberlakukan biaya keanggotaan untuk dapat ikut menjadi member. Hanya para member yang terdaftar yang bisa ikutan scalping banyak barang yang diselenggarakan di komunitas tersebut. Nggak cuma PS5, mereka pun nimbun banyak barang yang punya hype tinggi, misal tas dan jam tangan branded, atau barang-barang limited edisyen. Ini bener-bener bisnis yang well-organized!
Mereka bilang nggak ada yang spesial dari pre-order PS5 ini, mereka pre-order menggunakan nama member yang ribuan, dan dari biaya subs member bulanan. Sony jelas nggak ngeliat ini sebagai pelanggaran, toh yang beli namanya beda-beda. Disebut well-organized business karena mereka punya tehnolohi pengelolaan member dan tentunya seperti kata pepatah:
HARTA. TAHTA. KELUAR DI DALEM.
Eh, ORANG DALEM.
Maaf.
Koneksi atau orang dalem inilah yang priceless dan kenapa disebut membeli privilege. Nggak semua orang punya koneksi dan biaya untuk dapat memesan atau mengimpor barang dalam jumlah besar. Apalagi dalam kasus PS5 ini adalah barang yang dicari banyak orang dan produksinya pun terbatas akibat pandemi. Kalo kita nggak punya modal gede, kita nggak akan bisa nimbun. Udah punya modal gede tapi nggak punya koneksi atau orang dalem, cuannya nggak akan maksimal karna cuma bisa main di partai kecil. Punya koneksi tapi nggak punya modal, kita jadinya broker aja, cuan juga kurang. Itulah kenapa ada biaya keanggotaan. Kita membayar jadi anggota untuk bisa menikmati fasilitas dan akses tersebut.
Nikmat dari cuan mana lagi yang engkau dustakan..
IT’S A PURE CAPITALISM YOU CAN’T DENY
Lalu, gimana cara menyingkapi ini, apakah ini adil? Yha, jawabnya nggak akan. Paham Kapitalisma itu sesederhana:
Ikut gede bareng gue, atau remek keinjek gue.
Satu-satunya lawan kapitalisma adalah kapitalisma itu sendiri. Gede-gedean modal. Kita bikin bisnis sejenis dengan modal lebih kuat. Banyak yang berpendapat untuk mengalahkan kapitalisma dalam dunia scalping adalah dengan tidak melakukan pre-order karena akar dari drama sikut-sikutan PS5 ini adalah adanya sistem pre-order. Buat gue, tidak melakukan pre-order ini masuk akal, tapi nggak akan tepat sasaran.
Sistem pre-order adalah salah satu cara dalam dunia marketing untuk menimbulkan reverse-psychology.. Menciptakan impuls di alam bawah sadar bahwa suatu barang itu tercipta dengan kondisi terbatas sehingga ada urgensi untuk mendapatkan barang tersebut duluan daripada yang lain. Akhirnya malah meningkatkan minat membeli atau buying signal.
Hari ini, dari segi konsumen, sistem pre-order berjalan lurus dengan hasrat untuk pamer. Rasa memiliki atau mendapatkan suatu barang lebih dulu daripada yang lain, nggak bisa kita ukur pakai nominal, karena satuannya adalah kepuasan. Kita nggak bisa mendebat kepuasan seseorang, terutama gamer yang vote with their wallet. Dari segi produsen, malah lebih untung lagi, publisher bisa dapet cuan duluan bahkan ketika gamenya belom bener-bener selesai (bangke emang) atau bahkan prosentase penjualan lebih dini karena adanya sistem pre-order ini. The sad truth: sistem pre-order menguntungkan kedua belah pihak yang berada pada jalur kapitalisma.
All hail, capitalism!
IT’S JUST ABOUT MORAL COMPASS
Terus gimana dong? Ending dari ini tu ke moral compass atau ethics aja. Kayak ada yang membenarkan jualan ngambil margin gede tapi nyikat kanan nyikut kiri, atau margin tipis tapi tentram. Baliknya ke moral masing-masing.
Selama nggak ada term of service yang dilanggar, dan bukan barang primer kayak ketahanan pangan dan kesehatan, mau lapor ke siapa? Toh, kalo harganya udah 7 juta, paguyuban mendang-mending juga nggak akan beli, tetep mending nunggu kalo udah ngga cacat lagi, tetep mending nunggu versi slim, tetep nunggu PS5 bisa di-HEN dulu dll, dsb, dst.
Yang beli juga nggak komplen kenapa harganya 17 juta. Mungkin bener, gamer jaman sekarang fun-nya lebih dapet ketika ceng-cengan di sosmed, ketimbang main game itu sendiri.
Terakhir, gue ngga mendukung bisnis timbun-timbunan untuk barang yang gue suka. Gue butuh temen main di next gen console ini. Semakin terjangkau, temen mabar jadi makin banyak, komunitas juga jadi makin hidup.
Tapi, kapitalisma berkata lain..
Jadi, tertarik untuk memulai bisnis scalping alias timbun-menimbun ini?