Dirilis tahun 2016, augmented reality hasil kolaborasi Niantic dan Pokemon Company telah menyatukan jutaan pemain di seluruh dunia. Beneran, Pokemon GO berhasil membuat banyak orang, terutama di Indonesia, keluar rumah meninggalkan PC dan konsolnya untuk berkeliling menangkap Pokemon. Dengan mekanik mirip Google Map, pemain rela berjalan jauh mengikuti letak Pokemon di map, atau bahkan berkeliling ke pelosok-pelosok, bahkan sampe di malam hari, untuk nangkep Pokemon langka.
Kalau di tahun itu tingkat kesehatan anak muda dan lansia Indonesia sedikit meningkat, Pokemon GO mungkin bisa disebut salah satu kontributor jalan sehatnya.
Tapi itu kan dulu.
Baru-baru ini, komunitas Pokemon GO lagi singit-singitnya. Apa yang dilakukan sang developer ke Pokemon GO ini membuat pemain meradang. Adanya update atau pembaruan pada kustomisasi Avatar, memicu reaksi dan komplenan keras dari mayoritas pemain. Komplenan ini datang setelah pemain melakukan pembaharuan pada aplikasi Pokemon GO dan lantas menemukan adanya perubahan pada karakter atau avatar mereka.
Agenda DEI (Diversity, Equity, Inclusion) mulai Tipis-tipis Masuk ke dalam Pokemon GO
DEI sendiri yang artinya keberagaman, kesetaraan, dan inklusi mengacu pada praktik dan kebijakan yang dimaksud untuk mendukung orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang untuk mampu berkembang di tempat kerja. Sekilas ya nggak ada jeleknya, dan justru bagus banget.
Namun, karena ini sifatnya masih tipis-tipis, korelasi dari kalimat di atas tentunya dirasa sangat jauh jika diimplementasikan ke dalam game. Update atau pembaruan pada karakter Pokemon GO ini menambah serangkaian opsi kustomisasi yang lebih luas, termasuk berbagai tipe tubuh, warna kulit, dan warna rambut. Hal ini tentu dimaksudkan untuk menambah keberagaman penampilan orang di dunia nyata hari ini, untuk dapat dijadikan kustom avatar di Pokemon GO.
Namun, kenyataan berbanding sebaliknya.
Meskipun niatnya baik, banyak pemain yang merasa kecewa dengan tampilan baru karakter dalam permainan mereka. Apa yang diharapkan sebagai inovasi, malah menjadi sumber frustrasi dan kekecewaan bagi segmen vokal dari komunitas Pokemon GO. Yang lebih parahnya, pemain tuh nggak bisa menggunakan tampilan karakter lamanya. Pokemon GO memaksa pemain menerima tampilan karakter tersebut tanpa memberikan opsi apapun.
Ahelah, ribet, to the point ajalah, maksudnya apa sih?
Oke.
Intinya gini: Update terbaru Pokemon Go menyamarkan lekuk tubuh pada avatar/karakter, menyamarkan maskulinitas, dan memaskulinkan femininitas. Atau, karakter perempuan jadi lebih bidang dan tegas kayak laki, karakter laki jadi lebih lembut mirip perempuan, atau bahkan di antara keduanya.
Tujuannya mah sederhana: agar orang-orang yang jauh dari beauty standard ala model korea atau model majalah, bisa lebih terwakili keberadannya lewat kustom avatar. Dan tentunya, juga mewakili komunitas transgender.




Kalau dilihat di beberapa contoh postingan karakter orang-orang yang marah di sosial media, intinya jelas: karakter mereka tiba-tiba kehilangan kesemokan, atau lekuk tubuh. Avatar pemain bergender perempuan yang tadinya kelihatan seksi, dengan adanyan update terbaru, karakter mereka sekarang dianggap less-appealing. Nggak cuma dari lekuk tubuh, tampilan wajah pun juga ikut kena. Yang tadinya kawaii dan waifu, sekarang tampak lebih maskulin. Paha dan pinggang pun juga ikut berubah, yang tadinya macem model gitar spanyol, sekarang udah mulai nampak maskulin layaknya Abbie dalam game The Last of Us Part 2.
Nggak cuma karakter perempuan, karakter lakik pun kena nerf. Salah satu komplenan di Platform X, mengatakan bahwa karakter lakik yang dia punya berwajah lebih feminin dari sebelum diupdate.


Tsunami Komplen: Review Jelek dan Tentu Bintang 1
Ketidakpuasan di antara pemain Pokemon GO telah termanifestasi di berbagai platform, mulai dari media sosial hingga tempat mendownload aplikasi Pokemon GO. Para penyedia aplikasi dipenuhi dengan ulasan bintang 1, sementara halaman Metacritic permainan ini dipenuhi dengan skor 0/10, menjadi bukti dari besarnya komplen dan ketidakpuasan.




Reddit menjadi salah satu platform bagi pemain yang menyuarakan penolakan terhadap perubahan Avatar. Ajakan untuk menolak bahkan memberikan review bintang 1 terus berdatangan, mereka berharap agar Niantic mempertimbangkan kembali sikapnya.
Tanggapan Niantic
Kalo mau diliat dari rekam jejak Niantic, sang developer sebenernya bukanlah developer yang abai terhadap masukan para pemainnya. Waktu era covid, Niantic pernah mengubah penerapan pembatasan pada Remote Raid Passes, kebijakan yang diambil pun berdasarkan protes dari komunitas. Tapi, untuk masalah perubahan kustom karakter yang dianggap disusupi agenda tertentu, para pemain masih diharap bersabar.
Jubir Niantic sebenernya udah menerima komplenan keras para pemain dari berbagai platform. Hal ini termasuk fast respon mengingat komplenan keras ini baru terjadi kurang dari seminggu yang lalu.
Jadi menurut kalian, gimana, apakah game seharusnya memasukkan agenda-agenda keberagaman dan keterwakilan seperti ini, atau sebaliknya?