“Congrats Joel, paculan membabibuta stik golf di kepalamu mengantarkan The Last of Part II sebagai game terbaik dan game paling kontroversial di 2020!”

Para nomine kategori Game of The Year

Di kalangan banyak gamer, atau mungkin yang baru ngeh tentang adanya acara penghargaan tahunan ini, banyak dari mereka yang familiar dengan dua ini: The Game Awards (TGA) dan Golden Joystick Awards. Kebetulan, di tahun 2020 ini, dua grup penyelenggara penghargaan tahunan ini kompak mendapuk game ekslusip rilisan Sony Interactive Entertainment, The Last of Us Part II, sebagai Game of The Year. Padahal, tahun 2019, Golden Joystick Awards memberikan penghargaan tertingginya kepada Resident Evil 2 Remake, dan TGA memberikan GOTY-nya kepada game masokis, Sekiro: Shadow Die Twice.

Nggak mau kalah sama TGA, GJA juga ikutan menangin TLOU2.

Fans Nintendo jangan pundung, di tahun 2020, Animal Crossing menang GOTY di Famitsu dan di kandang sendiri, Japan Game Awards. Animal Crossing juga menang kategori The Best Family Games di The Games Awards. Yok, bisa yok..

Nintendo menang jadi game terbaik di kandang sendiri.

Untuk list nominasi dan siapa pemenang full TGA tahun 2020 bisa kalian liat di sini. Cape euy nulisnya, panjang. Haha, mending rebahan..

The Game Awards ini sebenernya terhitung anak baru di dunia penghargaan game tahunan. Bahkan, Golden Joystick Awards udah ada sejak tahun 80-an. TGA sendiri didirikan dengan nama awal Spike Video Game Awards pada tahun 2003. Long story short, Spike Video Awards ini berganti nama menjadi The Game Awards oleh Geoff Keighley, jurnalis gaming yang udah mejeng di TV sejak tahun 2000-an.

Pertanyaannya masih sama, kenapa sih Netijen ngeributin gelar GOTY dari TGA? Kenapa nggak event yang lain aja, sih? Kan ada banyak. Emang TGA ini paling diidolakan atau emang punya kuasa tertinggi di dunia nilai-menilai suatu game?

Jawabannya, nggak tau.

Tapi….. ngeliat backingan atau siapa yang ada di belakang TGA, kita bisa lihat seberapa jauh kredibilitas mereka dalam memberikan penghargaan ke suatu game.

MELIHAT THE GAME AWARDS BEKERJA

The Game Awards bekerja sama dengan 95 global media and influencer outlets yang tersebar di US, UK, dan global. Sembilan puluh lima media dan influencer tersebut adalah yang menjadi Jury di TGA. Selain punya Jury yang banyak banget, TGA juga diawasin oleh para admiral atau Advisory Board yang terdiri dari banyak CEO Gaming Company  dan Publisher. Ambil contoh, Doug Bowser, president Nintendo North America. Phil Spencer, EVP Microsoft dan Xbox. Petinggi Sony Interactive Entertainment, lalu taipan gaming Tiongkok Tencent, Steve Ma. Kalau belom puas, masih ada Yves Guilemot, CEO Ubisoft.. dan tentu temen nongkrongnya Geoff Keighley sendiri yang sekaligus menjadi Founder  Kojima Productions, Lord Kojima. Oiya, Publisher paling kalian benci, sebut saja inisialnya EA, juga ada di situ. Khanmaen..

Fungsi para Advisory di sini adalah mengawasi dan tentunya ngasi masukan. Sesuai dengan pepatah lama, “Awalnya minta masukan, akhirnya minta masukin,” Ah, bukan.

Iya, maaf. Advisory di sini sama sekali nggak bisa nentuin siapa yang akan jadi juaranya. Karena cuma malaikat yang tau kalau kamu yang jadi juaranya,… Aihsedap. Bahkan, Geoff sendiri nggak bisa maksa untuk suatu game bisa menang.

Dari 95 global media dan influencer itu, sebut aja salah tiga yang paling kita kenal: IGN, Eurogamer, dan Gamespot. Dari 95 Jury tersebut, dimintakan voting dan tanggapannya untuk seluruh game yang dirilis di tahun itu. Voting tiap media pun dipengaruhi oleh audiensnya masing-masing. Pelik deh kayak pilkada ini.. Dari hasil tersebut dipilih 5 game dengan respon atau voting terbanyak untuk menjadi nomine di tiap kategori. Nggak heran ada satu game yang bisa jadi nomine di banyak kategori.

Nah, belum kelar voting yang diambil oleh 95 juri dan influencer, The Game Awards selaku yang punya kondangan pun juga minta kita sebagai audiensnya untuk voting lagi. Jadi, ada dua jenis pengambilan voting; voting yang diambil oleh para juri dan voting yang diambil oleh The Game Awards. Voting yang diambil para juri punya bobot 90% dan voting oleh TGA cuma bernilai 10%. Hasil 10% voting TGA pun juga punya penghargaan bernama, The Player’s Voice Winner. Ghost of Tsushima dibanderol TGA  sebagai game yang paling banyak dipilih para gamer mengalahkan The Last of Us Part II.

Hasil voting akhir alias voting untuk menentukan siapa pemenang masing-masing kategori dan tentunya siapa yang jadi GOTY, adalah hasil voting campuran yang udah dikumpulin sedemikian rupa oleh para juri dan TGA itu sendiri. Metode ini dilakukan supaya nggak ada permainan suara oleh voter yang punya hate-wagon ke suatu game tertentu dan bikin semuanya jadi bias.

Akhirnya, dengan voting dari seluruh jury, masukan dan pengawasan dari para CEO gaming company, lalu voting dari TGA itu sendiri, keluarlah hasil akhir, The Last of Us Part II menyusul Part I-nya sebagai Game of The Year di tahun 2020.

Melihat dari sedemikian panjang proses pengumpulan suara dan siapa yang ada di belakang proses tesebut, nggak heran di setiap acaranya, TGA ditonton ratusan ribu orang. TGA 2020 pun ditonton lebih dari 450 ribu orang di Youtube, padahal subscriber akun Youtube TGA nggak sampai 400 ribu orang.

Sekali lagi, selamat buat The Last of Part II, ditunggu kontroversi lainnya di Part III, dan sampai jumpa di game awards selanjutnya!

Clicker, for the wins!

By The Weakling Casuls

Menulis berita dan opini seputar gaming setiap hari. Sering kena roasting sama akun anon di grup Facebook PC dan konsol bajakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *