Developer yang berhasil menciptakan game terbaik akan selalu memunculkan developer-developer lain yang akan mengalahkan capaian atau torehan game terbaik sebelumnya. Tehnolohi pada game yang terus berkembang membuat GTA San Andreas yang memenangi banyak penghargaan pada masanya, terlihat jadi game yang biasa aja karena rekor itu dikalahkan oleh GTA V, Red Ded Redemption 2, The Witcher III, The Last of Us, God of War dan masih banyak lagi.
Pun sama halnya dengan developer yang nggak niat bikin game sehingga endingnya jadi game ampas of the year. Developer yang gagal ini pun akhirnya memunculkan developer lain yang sukses bikin game yang lebih gagal dari sebelumnya.
Di sini gue mau bahas game pembuka Playstation 5 yang nyaris nggak terdengar suaranya.
Godfall, the honest review.
THE LORE AND THE STORY
Di dunia Godfall, ada center of Universe yang disebut Kosmera. Doi yang bikin semesta. Supaya dunia ini bisa jalan, doi butuh 12 pemimpin yang disebut Archon – God dalam versi belum ada physical bodies. Supaya 12 Archon ini punya physical bodies, Cosmera ngeledakin dirinya yang penuh dengan magic dan terbentuklah dunia. Dunia ini kebagi menjadi 3 yaitu water realms, earth realm, dan air realms. Dunia ini disebut Aperion.
Dunia yang terbentuk dari magic Kosmera ini ternyata nggak hanya menghidupkan para Archon, tapi juga memunculkan Craven – Monster yang memakan semua sumber daya pada Aperion. Akhirnya, para Archon ini membentuk pasukan untuk melawan pasukan Craven. Pasukan yang dibentuk para Archon ini dinamakan ras Valorian. Akhirnya, Valorian yang dipimpin para Archon ini mampu mengalahkan Craven dan living the fullest life di Aperion.
Karena Archon alias para dewa ini punya physical bodies dan emotion, mereka pun slek-slekan. Ada yang pengin menjadi nomer satu dan pengin melenyapkan Valorians. Karena Valorians punya Valorplate – armor yang didapat dari sisa-sisa kekuatan Kosmera – sehingga menjadi ras paling kuat di Aperion, Archon yang slek-slekan dengan Archon lain pun menciptakan 3 ras baru demi melawan Valorian. Tiga ras baru ini tersebar di 3 realms, yaitu ras Abbysian (water realm), ras Nayak (air realm), dan ras Vargo (earth realm).
Nah, aksi slek-slekan para Archon yang justru mau memecah Aperion ini tercium oleh dua kesatria Valorian paling kuat – Orin dan Macros. Daripada para Archon ini bikin ribut di Aperion, akhirnya dua orang ini sepakat mau balikin para Archon ini ke spirit world alias balikin mereka ke wujud tanpa physical bodies. Mereka pikir, Archon yang eksis bentuknya ini berantem mulu, mending dipulangin aja. Buset, congkak bener, ini tu kayak makhluk ciptaan ngelawan sang penciptanya.
Di awal cutscene, mereka nampak sukses menumbangkan 1 Archon, namun seiring perjalanan, Macros yang bocor alus ini makin napsu sama kekuasaan. Doi nggak hanya mau jadi Valorians terkuat, tapi doi juga mau menjadi Archon alias satu-satunya God di lore Godfall ini. Di sinilah game dimulai. Kita akan ngeliat Orin yang tumbang oleh Macros dan terjatuh dari tower paling tinggi.
Kita akan main sebagai Orin as a fallen knight, ngulang lagi dari awal, manjat tower lagi, ngumpulin resource, senjata, dan material buat bales dendam ke pasukannya Macros.
Kabar buruknya, semua lore dan cerita yang gue tulis panjang di atas, nggak akan banyak kalian temukan di in-game baik percakapan NPC maupun codex. Kalian bisa temuin sendiri di akun twitter resmi Godfall dan channel YT yang ngebahas alur lore Godfall. Aneh kan?
The worst story telling ever untuk game seharga nyaris satu juta rupiah di PS 5!
Dahla, cape banget.
VISUAL DAN PERFORMANCE
Ibarat cowok yang cuma modal ganteng doang tapi nggak punya skill lain, begitulah Godfall jika kita liat secara visual. Everything are so shinny. Golden temple, golden sanctum, golden monsters, golden bosses, lantai yang mengkilat, partikel kilatan cahaya di tiap tebasan yang kita lakukan, bangunan yang sangat ancient dan megah, armor tempur yang sarat akan tekstur dan detail, lalu yang paling utama: environment yang sangat memanjakan mata. Di awal perilisan trailer, gue selalu ngebayangin kalo ini adalah game Monster Hunter dengan environment dan armor yang sangat luar biasa bersinar. Sarat akan detail dan tekstur. Ya, namanya juga ngebayangin, realitanya ya gue harus bangun dari tidur siang.

Di balik semua keindahan ini, Godfall adalah game yang tidak menyajikan kita kehidupan dan interaksi apa-apa di tiap mapnya. Lifeless. Nggak ada kehidupan di tiap realm, nggak ada biota darat maupun laut, nggak ada hewan terbang, nggak ada NPC. Yang kita dapat liat ya kumpulan ras dalam bentuk monster yang stagnan di area tertentu, peti harta karun, dan loot material. Belum selesai di kehampaan aja, map dan environment dalam Godfall sangat minim eksplorasi. Semua pergerakan sangat terbatas karena environment pada game ini dipenuhi invinsible border. Jadi, sebegitu indah map di game ini, intinya cuma garis lurus atau kita main dari checkpoint satu ke chekpoint lainnya.

Karena penuh kilatan cahaya pada tiap tebasan dan skill yang kita lakukan, framerate pada game ini pun naik turun. Di PS 5 pun sampai dengan hari ini masih sama performanya dengan hari perilisan. Awalnya locked di 60fps, tapi begitu udah dikeroyok, framerate akan turun naik. Untuk game yang fast-paced, ini bukan kabar baik. Kalian akan selalu nemuin lag sepersekian detik ketika monster yang kalian pukul udah mati. Animasi ledakan pada tiap monster yang mati ini buat gue udah ganggu banget.

Nggak hanya di PS5, di PC pun sama. Ram 32gb dan RTX2060 aja nggak lancar lebih dari 90fps rata kanan di 1080p. Gejalanya juga sama, selalu akan ada lag sepersekian detik akibat ledakan monster dan kilatan cahaya. Ini jelas bukan masalah dari PS5 ataupun PC-nya, ini jelas masalah teknis dari game Godfall itu sendiri.
VALORPLATE CUMA JADI FASHION SEMATA
Satu-satunya nilai jual atau bagian yang paling bikin gue mau beli game ini ini adalah design Valorplate dan design senjatanya. Gue demen banget sama eksoskeleton atau armor yang dipake dalam bertarung. Valorplate adalah 12 armor hasil manifestasi atau perwujudan 12 Archon di Aperion. Jadi kalau ditanya gimana bentukan para God alias Archon, kurang lebih ya mirip dengan 12 Valorplate. Tiap Valorplate punya jurus ultimate berbeda yang dinamakan, Archon’s Furry.

Namun, apa yang menjadi nilai penting buat dijual, malah berakhir jadi the biggest hole di game ini.
Ada total 12 Valorplate dan masing-masing butuh material berbeda untuk diunlock. Tapi, endingnya Valorplate ini cuma jadi fashion semata. Ini tu cuma jadi kayak layered skin atau armor yang ngasih perk tambahan aja. Nggak ada pembeda yang jelas antara 1 valorplate dengan valorplate lain selain design-nya. Nggak ada gameplay berbeda. Nggak ada perbedaan cara bermain, nggak ada nilai jual tambah di masing-masing Valorplate selain Archon’s furry.

Dari 12 Archon’s Furry berbeda, intinya cuma 2: Nambahin stat skill tree (parry, charge speed, polarity dll) dan boosting ailment (bleed, ignite, poison, chill, shock, dan curse). Yang di mana, seluruh ailment ini tu cuma tambahan damage, nggak ada bikin beku, nggak ada bikin lemah atau broken armor, nggak ada bikin slow atau bikin apapun. Jangan berharap kalo ini bakal rumit atau complex. Ini jelas lebih parah dari sistem ailment yang ada di Anthem.

Yang lebih krusialnya lagi, Archon’s Furry ini bukanlah skill yang bakal kalian sering pake apalagi kalo kalian ambil banyak skill aktif di skill tree. Ini terjadi di 3 jam pertama gue main. Gue lebih fokus ke kombo senjata, parry, dan charging weapon. Archon’s Furry nyaris nggak kepake.

Hal ini gue temuin setelah 3 jam bermain. Setelah main dengan valorplate Silvermane, gue unlock Phoenix, lalu gue unlock lagi Greyhawk. Antara tiga Valorplate ini aja nggak ada beda, dari speed, gaya bermain, semua hanya bergantung pada senjata aja. Lalu, upgrading apapun di game ini juga nggak ngasih visual berbeda. Adanya upgrade pada senjata, adanya upgrade pada augment Valorplate, atau upgrade apapun, nggak akan mengubah visual pada Valorplate. Sebuah kesia-siaan paripurna dalam genre looter-shooter.

Namun, Godfall punya sistem skin untuk weapon, banner, dan Valorplate itu sendiri! Jelas ini bisa dijual lepasan dalam bentuk DLC maupun pake in-game currency. Bisa nggak sehat ini..
Nggak cuma itu aja, antar Valorplate ini nggak carry over progressnya. Alias, kalo kalian mainin satu valorplate sampai lv 50, progress ini nggak akan kebawa jika kalian ganti Valorplate. Harus ngulang lagi dari awal, grinding lagi, naikin skill lagi untuk cara bermain, jenis misi, dan skill tree yang sama.
Gue ulangin, harus ngulang lagi dari awal, grinding lagi, naikin skill lagi untuk cara bermain dan skill tree yang sama.
Kerjain aja sendiri, capek banget.
SISTEM RPG, WEAPON, DAN SKILL TREE YANG NGGAK JELAS HABLUM-NYA
Layaknya game RPG looter lainnya, Godfall juga punya sistem weapon dan skill tree. Godfall punya 5 jenis senjata yang terbagi menjadi beberapa kualitas tier. Legendary tier adalah senjata yang tentunya paling dicari di tiap orang yang mainin game ini. Senjatanya juga bukan senjata yang ground-breaking alias semua orang udah sangat familiar. Ada Great Sword, Long Sword, Hammer, Polearm/Glaive, dan Dual Blade. Pemain Monster Hunter pun ketawa kalo ngeliat ini.
Secara garis besar, masing-masing senjata hanya punya dua jenis kombo bawaan yang bisa dikombinasikan dengan button light attack dan heavy attack. Lalu sistem parry juga bisa dilakukan dengan memegang shield yang tiba-tiba bisa keluar apapun senjata yang kita lagi pegang. Yah, mirip shield dari Wakanda. Sekali lagi, nggak ada yang berbeda dengan game slasher lainnya.
Yang buruknya, semua ayunan di game ini terasa cepat bahkan untuk Great Sword. Pemain Monster Hunter jelas paham betapa beratnya ngayunin Great Sword. Di game ini, gue hampir nggak bisa bedain mana Long Sword dan mana Pole Arm, ayunan dari dua senjata ini nyaris nggak bisa dibedain dan hanya beda di bentuk senjatanya aja. Poor mechanic.
Antara Valorplate dengan senjata pun nggak ada hablum yang cukup jelas. Nggak ada kekhususan apapun, atau spesialisasi lebih sehingga menambah expertise suatu Valorplate memegang senjata. Misal, Phoenix adalah valor yang punya pasif skill bawaan nambah ignite chance 10%, itu jelas nggak ada kaitan pada jenis senjata apapun. Satu-satunya kaitan adalah Phoenix bagus dalam memegang semua senjata yang juga ngasih chance ignite karena efek ignite akan stacked.

Atau ambil contoh lain, Aegishorn. Valorplate yang punya tampilan yang menurut gue paling intimidating ini punya bawaan orok ngurangin all damage 5%. Jelas, kita bisa build valor semi tank Bersama Aegishorn. Tapi, senjata yang bagus buat bertahan nggak ada yang spesifik kayak Lance pada Monster Hunter. Aegishorn yang tanky ini bisa lari-lari bawa Dual Blades dengan entengnya. Jadi, kaitan paling jelas antara senjata ini jelas cuma ke equipment yang dipake di Valorplate tersebut, bukan ke pasif skill Valorplatenya.

Satu-satunya hablum yang jelas adalah Valorplate dengan skill-treenya. Kita bisa dengan jelas membangun suatu Valorplate yang penuh dengan skill pasif, health bar, regeneration, shield parrying, atau bahkan Valorplate yang full sama skill aktif.

Tapi inget, sekali lagi, kita nggak bisa mix and match build selama kita nggak levelling atau grinding Valorplate tersebut.
Cape banget nggak sii.
GAMEPLAY DAN MEKANIK COMBAT PALING BURUK DI GENRE LOOTER-SHOOTER
Genre looter-shooter udah terkenal dengan grinding tanpa akhir kayak di Warframe, Destiny, Division, bahkan Anthem. Adanya sistem RNG yang berlapis bikin player back and forth berulang kali di banyak misinya.
Namun, Godfall punya struktur misi yang paling nggak fun yang pernah gue mainin di genre looter-shooter. Misi tiap realm di Godfall ini intinya cuma ngumpulin token/sigil. Semakin jauh atau semakin mendekati dengan area commander-nya Macros, token yang dibutuhkan juga makin banyak.
Intinya, satu area atau satu titik misi akan kita mainin berulang-ulang sampe jumlah sigil yang dibutuhkan untuk unlock area selanjutnya berhasil kita dapet. Ini percis sistem adventure dari map ke map di game-game mobile macem Seven Knight, Dragon Blaze, King’s Raid, dan masih buanyak lagi.

Belum selesai sampai di situ, semua misi di 3 realm akan kita dapet lewat 2 NPC. iya cuma dari 2 PC. Bolak-balik begitu terus back and forth sampe tamat. Ini persis fetch mission di side mission-nya Assassin’s Creed.
Nah, ini yang paling bikin kesel. Mekanik kombat yang sangat aneh. Banyak orang bilang kalau mekanik combat Godfall itu bagus, tapi buat yang sering main Monster Hunter atau Soulseries, ini jelas bener-bener nggak enak. Godfall punya sistem combat dengan view camera yang dekat dan sempit. Ketika gue main ini selama 3 jam di awal, gue jelas ngerasain betapa nggak mampunya gue menghindar dari serangan monster yang nggak keliatan di kamera karena view angle yang sempit.
Lalu, tiap tebasan yang glowing dan mengkilat ini ganggu banget. Gue sering banget kena serangan dari arah belakang monster yang lagi gue pukul. Kenapa? Ya karena kealingan kilatan cahaya dari pukulan sendiri.

Lalu sistem camera lock saat combat. Untuk game fast-paced yang dikeroyok dari semua arah, nggak adanya sistem lock kamera yang jelas bikin gue ngayunin senjata like a headless chicken. Ngawur bener. Apalagi, Godfall punya struktur kawanan monster yang terbagi menjadi DPS, Range, dan Healer. Kalo kita ngeliat ini di area, jelas yang akan kita serang duluan adalah monster yang nge-heal temen-temennya. Tapi, nyatanya bisa lain, niatnya mau mukul monster Healer, malah mukul DPS-nya duluan karena kameranya ngelock monster terdekatnya dulu.
Ruwet pokoknya, ruwet.
END GAME CONTENT DAN MULTIPLAYER
Kalau Anthem udah jadi game yang paling miskin konten di tahun 2019 sampai dengan sekarang, Godfall bisa jadi salah satu penerus jejaknya. Setelah kalian tamatin Godfall yang cuma belasan jam itu, kalian nyaris nggak akan ketemu misi baru atau misi khusus end game apapun. Yang bisa dilakukan tentu grinding Valorplate yang diinginkan sampai max level, grinding senjata dengan perks yang sesuai dengan build, dan grinding material untuk unlock Valorplate lain. Atau misi macem Dream Stone yang pada akhirnya sama tapi cuma randomize musuh dan boss yang lebih sulit difficultynya.
Satu-satunya misi yang bisa gue coba selain tentunya rematch boss adalah grinding misi survival di Tower. Ya kayak sistem wave mission di Ghost Tsushima Legends. Struktur misi di Godfall sendiri yang udah remuk memang memaksa kita untuk grinding masing-masing Valorplate, atau main terus dengan Valorplate yang sama.
Godfall memang pernah menyatakan terinspirasi dengan Monster Hunter. Tapi sayangnya, sistem crafting, upgrade visual pada equipment, dan sistem multiplayer dari Monster Hunter nggak ada yang diadopsi sama sekali oleh Godfall.
Kalian bisa bayangin, Godfall adalah game yang cuma bisa dimainkan di PS 5, namun di game tersebut nggak ada yang namanya fitur random matchmaking! Dengan kata lain, satu-satunya jalan mabar adalah invite temen kalian yang udah punya PS 5 dan tentunya mau diajak main Godfall.

Belum selesai sampe situ, Godfall ini terang-terangan ngaku kalau nggak akan jadi live service game, terus kenapa game ini CUMA BISA ONLINE ONLY? Kemudian, server yang digunain sama Godfall ini bukan peer-to-peer melainkan server based. Jadi, nggak ada yang namanya oceanic server, atau bahasa gampangnya, orang yang main di Eropa nggak akan bisa main bareng sama temennya di luar eropa atau kena delay dan ping yang bukan main mau bantik stiknya.

Crossplay antara PS 5 dengan PC? Jangan harap.
Cocok ini menang the most blunder developer of the year.
THE FINAL VERDICT
Godfall sukses menjadi opener game paling gagal pada hari perilisan Playstation 5 di 12 November 2020. Game yang dirilis di PS5, PC, dan nggak bisa dimainin di PS 4 ini juga sukses membuat gue jadi makin antipati sama game yang genrenya looter-shooter. Segala aspek pada looter-shooter yang gagal pada Division, Fallout 76, Anthem, dan Marvel’s Avenger, semua dibabat habis oleh Godfall.
Gue sangat nggak merekomendasi Godfall kepada siapapun yang akan mainin ini di hari Raya Perilisan Playstation 5 versi gacha tanggal 22 Januari 2021 mendatang.
Godfall sukses menambah rentetan panjang bukti betapa sulitnya developer membangun game dengan genre looter-shooter yang stabil dan sustain.
Terakhir dari gue,
KUDU JADI GRATIS ATAU MATI.
– Paguyuban Mendang-Mending Indonesia