Berselang 13 bulan dari perilisan base game-nya, akhirnya game yang keluar sebagai pemenang The Voice Award di TGA tahun 2020 lalu ini mendapat ekspansi atau tambahan konten di tanggal 20 Agustus 2021 kemarin. Konten DLC yang menceritakan perjalanan Jin Sakai mengusir bangsa Mongol di pulau terbaru, Iki Island, adalah konten kedua yang bagi Ghost of Tsushima semenjak perilisan perdananya di 17 Juli tahun lalu.
Ya, konten pertanya adalah konten multiplayer yang bisa diakses gratis bagi yang memiliki base game Ghost of Tsushima, yaitu Tsushima Legends.
Untuk apa aja yang Sucker Punch dan Ghost of Tsushima raih semenjak hari awal perilisannya, bisa baca di sini.
Menjadi salah satu game yang most-anticipated alias ditunggu-tunggu sepak terjangnya di tengah tahun ini, DLC Iki Island yang dikemas sepaket dalam Ghost of Tsushima Director’s Cut, nyatanya menuai komplen yang lumayan keras. Bahkan sampai kena bomb-review di Metacritic. Kebijakan Sony dalam mengemas keseluruhan konten inilah yang menjadi sebab-musababnya.

Salah satu komplenan mereka adalah skema upgrade ke PS5 yang nggak gratis. Ya, ketika banyak developer memberikan upgrade gratis di PS5 untuk game yang telah dirilis duluan di PS4, bukan Sony nampaknya kalau nggak melakukan hal sebaliknya. Tehnolohi terbaru dari dualsense nyatanya harus membuat player PS5 merogoh kocek $10 lebih dalam untuk game-game yang dirilis multiplatform ataupun yang ekslusif untuk PS5. Jika diumpamakan ke hal yang lain, semakin canggih suatu mobil, semakin mahal spare part dan perawatannya.

Masalah kedua adalah minimnya pilihan untuk player dalam memilih pembelian DLC dan upgrade-nya. Player yang udah beli game ini di PS4 baik versi disc maupun dijital, nggak bisa hanya membeli patch upgradenya ke PS5, melainkan harus membeli beserta konten Iki Island. Padahal harusnya bisa jadi gampang, dibikin aja harga DLC Iki Island di $30 tapi free upgrade, daripada biaya upgrade $10 dipaketin sama DLC seharga $20.
Gampang, khan?
Yang paling anteng adalah player yang sama sekali belum mencoba Ghost of Tsushima, atau player yang udah menjual disc atau fisik gamenya. Sony udah menyiapkan versi fisik dan dijital paripurna – versi Director’s Cut yang berisi keseluruhan konten baik dari base game, DLC Iki Island, dan akses untuk incoming update di Tsushima Legends. Harga untuk PS4 nya adalah di 879k dan jelas seharga satu jeti lebih sedikit untuk PS5. Kedua versi ini langsung mendapat support upgradenya di PS5. Ujung dari perseteruan mendang-mending ini akhirnya menganggap bahwa Ghost of Tsushma Director’s Cut nggak berpihak ke player yang sudah duluan beli gamenya di PS4.
THE STORY
Inti cerita dari Ghost of Tsushima sendiri, seperti yang sudah kalian tau, adalah bukan sekadar perjalanan Jin Sakai mempertahankan pulau Tsushima dari invasi bangsa Mongol. Kerangka ceritanya lebih pelik dari itu: Pertempuran hati seorang Samurai yang telah kalah dan tetap memutuskan berjuang sampai harus melanggar sumpah dan kultur seorang Samurai.
Cerita dimulai dengan kekalahan Jin Sakai melawan Khotun Khan. Di sanalah Jin Sakai terlunta-lunta dalam menentukan arah tujuannya, dan kita akan kembali ke jaman Sakai kecil yang melihat ayahnya mati di depan matanya sendiri. Sakai yang tumbuh menjadi Samurai tanpa seorang ayah ini dibesarkan oleh pamannya, Shimura – seorang Jito atau lord Tsushima yang ditunjuk oleh Shogun Jepang. Di part ini kita akan memahami nilai-nilai luhur dan patriotik Samurai dan betapa krusialnya figur ayahnya Sakai yang juga seorang Lord Samurai di eranya. Bermodal pembalasan dendam atas kematian ayahnya inilah yang membuat Jin Sakai bangkit dan melanggar sumpahnya sebagai Samurai.
Lalu apa kaitannya dengan Iki Island?

Aksi kill all mongols-nya Jin Sakai di pulau Tsushima ini sampai kepada suatu misi di mana dia menolong penduduk yang kehilangan keluarganya di luar pulau Tsushima. Berawal dari rangkaian misi inilah bridging antara base game dengan DLC Iki Island dimulai.
Iki Island adalah pulau di mana Samurai itu prohibited atau dilarang. Ya Samurai nggak bisa berkeliaran di daerah ini. Kenapa sampai dilarang, tentunya akan kalian temukan ketika memainkan misi di Iki Island. Perjuangan Jin mengusir Mongol di pulau Iki akhirnya menjadi lebih berat karena dia membawa nama seorang Sakai. Mau nggak mau Jin harus bekerja sama dan meyakinkan penduduk setempat yang membencinya supaya bisa gotong-royong mengusir Mongol dari Iki Island.

Iki Island terangkum sebagai pertempuran hati Jin Sakai dengan masa lalu bokapnya, Kazumasa Sakai. Jin yang punya daddy issues ini akhirnya menemukan fakta sesungguhnya tentang masa lalu klan Sakai dan membuatnya pada persimpangan: meneruskan legacy bokapnya, atau memilih sebaliknya. Pada DLC inilah kita akan melihat Jin menebus tuntas apa yang terjadi di masa lalu. Penebusan dosa. A redemption.

DLC Iki Island ini sudah bisa diakses ketika memasuki Act 2 pada pulau Tsushima lewat quest bernama, “Tales of Iki”.
WHAT’S NEW ON IKI ISLAND?
Buat para player yang udah platinum atau minimal tamat keseluruhan perjalanan Jin Sakai di pulau Tsushima, pasti nggak akan asing dengan yang namanya Mythic Tale. Ya, begitu pula dengan DLC Iki Island. Ada 2 Mythic Tale yang akan ngasih kita armor baru dan jelas, armor untuk cinta matinya Jin Sakai – seekor kuda bernama Kage (dahla, admit it, pasti banyak yang milih Kage dan Kaze untuk nama kudanya).

Kemampuan baru sang kuda yang bisa minggir-ora-minggir-tabrak ini bisa menjadi alternatif buat pemain yang males turun dari kuda karena dicegat musuh di jalan. Skill tree menabrak musuh menggunakan stamina saat kuda kalian berlari ini dapat langsung di-unlock di awal-awal setelah mendapat point untuk meng-upgrade skill. Sedangkan armor kuda yang didapat dari Mythic Tale akan menambah daya gedor dan memperpanjang stamina sang cinta matinya Jin Sakai ini.

Selain armor kuda dan armor baru yang sungguh menambah kecurangan Jin Sakai dalam mengadu pedang, DLC Iki Island juga tidak lupa memberikan tambahan variasi charm yang.. tentunya juga nggak akan banyak kalian gunakan saat bermain. Terutama bagi pemain yang udah fully-equipped duluan sebelum mendarat di Iki Island.

Hal paling menarik yang gue temukan di Iki Island justru malah datang dari penambahan hal-hal minor seperti adanya Animal Sanctuary yang tersebar di seluruh map. Ketika di pulau Tsushima kita disuguhkan activity mengelus rubah merah, di Iki kita punya banyak hewan gendut yang bisa dielus. Ada monyet, ada rusa, dan ada kocheng. Aksi mengelus hewan-hewan gendut ini dibuka dengan mini games meniup seruling. Spoiler yang bisa gue kasih adalah, walau babi dan beruang hitam juga nampak gendut, kalian jangan sekali-sekali mencoba untuk mengelusnya.

Loh, konten barunya ini aja?
Iya-iya, sabar dong.
Kemampuan overpower yang sudah duluan dimiliki Jin Sakai dari Tsushima, yang kemudian ditambah dengan armor baru, charm, dan skill nabraknya Kage, praktis memunculkan musuh yang juga lebih kuat. Di Iki kita kedatangan varian Mongol yang lebih nyebelin dari Mongol yang ada di Tsushima.
Yha, The Eagle Tribe.

Eagle Tribe di Iki kurang lebih masih sama seperti pasukan Mongol di Tsushima, ada swordman, ada swordman dengan perisai, ada tukang tombak, ada pemanah, ada brute, dan.. ini nih yang baru, Shaman. Pasukan Mongol yang diperkenalkan dengan nama Shaman dan memegang tombak ini punya kemampuan nyanyi yang menjadi booster bagi temen-temennya. Jadi nggak heran kalian akan menemukan banyak pasukan kroco yang serangannya nggak bisa di-parry dan nyaris nggak bisa dihindarin. Selain itu, pasukan yang kena buff ini juga punya damage lebih sakit dan punya high-profile stance – stance yang bikin mereka kerjanya nangkis-nangkis mulu.
Atas nama keimersifan, gue sangat merekomendasikan untuk memainkan game ini di tingkat kesulitan setidaknya, hard mode. Kalau nightmare mode, kalian praktis menjadikan game ini seperti Sekiro yang di mana Jin Sakai akan rebahan menunggu mati lewat 2-3 tebasan di luar panah yang suka nyasar tidak menentu.
Terus apa dong yang bikin Ghost of Tsushima Director’s Cut ini keliatan lebih bagus dari base game-nya?
THE GOOD
JAPANESE DUB
Hal pertama yang dijual – mungkin juga kalian nggak bisa langsung notice di awal – adalah adanya penambahan Japanese dub dengan gerak mulut yang lebih sesuai. Seperti yang udah kalian ketahui, motion capture base game Tsushima sendiri dilakukan dengan voice over bahasa Inggris. Jadi, walau kalian ganti dengan dub jepang, gerak mulutnya tetap gerakan mulut bahasa Inggris.
GRAPHIC AND PERFORMANCE
Lalu, berbicara soal grafik dan performa Ghost of Tsushima, memberi komentar terhadap dua hal bisa dikatakan adalah hal yang sia-sia. Base game Tsushima sendiri, buat gue dan mungkin bagi orang kebanyakan, adalah salah satu dari beberapa game dengan grafik dan optimalisasi terbaik yang pernah dirilis di PS4. Ini tentunya menjadi hal berbeda ketika kita ngomongin Director’s Cut di PS5. Game ini berjalan di resolusi 1800-2160p (yha tentunya dynamic reso hehe) dengan performa rock-solid 60 fps. Ini ibaratnya ngeliat Chelsi Islan tanpa make-up di PS4, terus ngeliat lagi Chelsi Island versi make-up di PS5. Apa yang udah cantik sejak lahir hanya akan keliatan tambah cantik kalo didandanin. Pusing pala bawah.. barbie.
ADAPTIVE TRIGGER AND HAPTIC FEEDBACK
Nggak hanya dari ambience, tekstur, resolusi, lighting, music, 60 fps locked, dan 3D audio pada in-game sound, upgradenya di PS5 juga menghadirkan fitur paling mahal dari tehnolohi dualsense. Getaran haptic membuat kita bisa mendengar juga merasakan clashing sound antar pedang yang beradu pada speaker di stik mahal ini. Begitu juga getaran saat parry dan finishing movement saat bertarung. Nggak hanya itu aja, suara angin dan perubahan weather saat menyapu touchpad juga bisa dirasakan di stik yang suka diberitakan cepet rusak ini.
Adaptive trigger pada R2 dan L2 juga menambah kesan imersif walau nggak seheboh Rachet and Clank Rift Apart. Tension yang bisa dirasakan ketika menarik busur panah dan menarik hook (ini juga salah satu fitur tambahan pada mekanik Iki Island) membuat gue lumayan betah untuk nyari ribut ketika liat sekumpulan Mongol yang lagi nggak ngapa-ngapain.
LOADING SPEED
Hal keren terakhir adalah.. jelas, loading speed. Buat kalian yang main di atas tingkat kesulitan Hard mode, nggak perlu takut mati dan ngulang karena SSD NVME M.2 pada bawaan PS5 ini akan menghidupkan Jin Sakai lebih cepet dari berita jelek tentang PS5 muncul di beranda Facebook kalian. Saking cepetnya, Jin Sakai udah keburu idup lagi sebelum gue sempet ngedumel karena mati melakukan hal bodoh saat nyerang kampungnya Eagle Tribe ini.
Dari tadi bahas bagus-bagusnya aja, masa iya ini game sesempurna Chelsi Islan?
Hey, sabar, ish.
THE BAD
THE BLACK SCREEN STILL THERE
Keputusan Sucker Punch untuk merender cut scene secara real time – bukan disisipkan menggunakan potongan video seperti cut scene game bermodal besar lainnya – terasa seperti pedang bermata dua. Di sisi baiknya, tehnik seperti ini jelas mengurangi beban size game yang dicopy atau didownload para pemain di konsol Playstation mereka. Ini terbukti keseluruhan size dari Director’s Cut ini jauh lebih kecil dari ukuran size game dengan genre sejenis (ini juga dibantu dengan sistem kompresi PS5 yang memang sangat baik). Pada versi Director’s cut PS5, kita tetap masih bisa menemukan layar hitam sebagai sisi buruk perpindahan cut scene ke real game. Beruntungnya, sekali lagi, hal ini terselamatkan oleh kegacoran SSD PS5 yang wasweswos kencengnya. Tapi untuk player PS4 yang masih menggunakan HDD, ini tentu aja menjadi let-down ketika banyak developer mulai menyisipkan animasi atau mini games, atau bentuk lain sebagai distraksi loading time.

Apa kek, ditambain art atau wallpaper gitu, jangan layar hitam blank gitu aja. Hih.
THE LIGHTING AND THE WATER
Seperti yang udah gue mention di atas, dan mungkin banyak para player menemukan hal ini pada base game Ghost of Tsushima, masalah lighting ini menjadi hal terbaik sekaligus menjadi hal paling jelek di Ghost of Tsushima. Sistem pencahayaan pada Tsushima ini bagaikan night and day. Ada perbedaan yang sangat kontras ketika tekstur dan environment ini terkena sinar atau pantulan cahaya matahari. Semua tekstur yang terkena cahaya ini terkesan sangat hidup dan ciamik. Ini sangat mudah ditemukan pada padang rumput dan hamparan bunga yang langsung terkena pantulan cahaya. Ini juga mudah ditemukan saat berada di dalam hutan yang terkena pantulan cahaya bulan di malam hari. Semua terasa imersif.

Walau belum ada konfirmasi dari Digital Foundry terkait implementasi Ray Tracing pada Ghost of Tsushima Director’s Cut PS5, sistem lighting atau pencahayaan di game ini sudah termasuk yang top-notch. Kendati demikian, bagian yang nggak kena pantulan atau sinar matahari ini jadi keliatan blurry, jaggy, atau bahasa gampangnya, burik. Nggak hanya pada folliage, melainkan juga tekstur karakter dan NPC yang berada di dekat kita. Kejadian ini sering kali gue temukan ketika memasuki rumah, berada dalam gua, atau berada di pepohonan rindang berwana oranye yang kepadatan folliage-nya menutupi pantulan cahaya dari matahari atau bulan. Di saat-saat begini, aura burik game open world Ubisoft di PS4 langsung mengalir deras.

Kemudian, berbicara tentang water particle, seperti sungai, air terjun, ataupun laut, layaknya pada base game, pemandangan hal-hal yang berisi air bukanlah hal yang dijual oleh Sucker Punch. Pemandangan laut dan sungai pada Ghost of Tsushima ini jadi membuat gue memuji kerjaan Ubisoft dalam membuat lautan dan sungai terlihat sangat real dan natural (padahal barusan dikatain tu Ubisoft). Ini juga tetap terjadi di Iki Island. Walau kita akan ketemu beberapa aktivitas yang mewajibkan kita berenang, tekstur laut di sini keliatan kayak “secukupnya aja deh, toh samurai mainnya di darat bukan di aer”. Di Iki Island kita tetep nggak bisa menyelam dan lupakan saja underwater experience layaknya tiga seri terakhir Assassin’s Creed yang lagi demam RPG.
LACK OF NEW SKILL AND UPGRADE SYSTEM
Nggak adanya skill tree baru selain skill tabrak-tabrakan sang kuda kesayangan, membuat movement dan combat mechanic terasa sangat minor jika dibandingkan dengan base gamenya. Movement baru yang Jin pelajari pun justru datangnya dari armor yang bisa kita temukan di Iki Island dan itu pun harus dibuka dengan melakukan perfect parry terlebih dahulu. Satu-satunya tools tambahan Jin Sakai adalah hook yang di Iki Island bisa digunakan selain untuk bergelantungan, yaitu…. narik pintu kayu dan narik tiang. Sungguh perubahan yang signifikan, bukan?
Apa kek, belajar stance baru, atau skill ngerayu kembang desa Iki Island kek, atau apa gitu. Hih.
Lalu, nggak adanya upgrade tambahan kekuatan pada Katana maupun Tanto, atau Katana baru untuk Jin Sakai versi Iki island – semua tambahan baru hanya bersifat dye warna atau layer skin – yang artinya jika kalian memainkan game ini setelah 50 jam atau setelah mendapatkan trofi platinum, kalian akan god like di Iki Island. Apalagi kalau kalian memainkan game ini di bawah tingkat kesulitan hard. Mungkin ini juga yang jadi alasan kenapa Iki Island bisa kalian akses setelah memasuki area 2 di base gamenya. Karena ini bukanlah end game content dari Tsushima, melainkan filler di tengah keseluruhan rangkaian cerita Ghost of Tsushima.
NO EFFECT FOR FIDELITY OR PERFORMANCE MODE
Seperti yang dilansir Digital Foundry, Ghost of Tsushima Director’s Cut untuk PS5 emang agak aneh untuk urusan opsi performa. Nggak adanya perbedaan performa untuk performance mode ataupun resolution mode ini sangat disayangkan mengingat game ekslusif Sony lainnya menyediakan fitur Fidelity (4k 30fps), Performance (Dynamic reso 60fps), atau bahkan RT Performance mode.
Fiturnya ada, tapi faedahnya nggak ada. Fitur Reso mode pada Director’s cut ini juga berjalan 60 fps sama kayak fitur performance mode. Kalau sudah begini, nggak ada alasan untuk memilih performance mode karena nggak ada penjelasan apakah performance mode di sini menggunakan ray tracing atau nggak. Cuma Digital Foundry yang mampu memberikan analisanya seperti biasa. Semoga aja ini bisa dibenerin dengan patch suatu hari nanti.
THE FINAL VERDICT
Selain penggambaran tentang masa lalu bokapnya Jin Sakai, secara konten, Iki Island praktis dapat dikatakan bahwa memang sangatlah.. kureng. Secara keseluruhan, pemain dapat menamatkan DLC ini cukup dengan 50 jam sahaja. Yha, 6-8 jam isi ceritanya, 42 jam sisanya dihabiskan untuk keliling dan foto-foto.
Gimana, penuh dengan konten dan aktifiti bukan?
Pada dasarnya, Ghost of Tsushima sendiri sudah membatasi kontennya sejak diluncurkan bulan Juli tahun lalu. Dua hal utama yang dijual di game ini jelas alur cerita dan keindahan pulau Tsushima. Replayability-nya justru dihadirkan di konten multiplayer karena di sanalah kita bisa menaikkan level gear, mencari, dan mengupgrade senjata.
Nggak adanya variasi senjata pada main story atau campaign – Jin praktis hanya menggunakan Katana semata wayang dari legacy Clan-nya – buat gue sudah menjadi salah satu kekurangan besar jika berkaca pada variasi senjata di Campaign Story game-game dengan genre sejenis. Minimnya upgrade dan kustomisasi persenjataan juga nggak dijawab di Iki Island mengingat DLC ini bukanlah massive expansion, melainkan filler DLC yang bisa diakses tanpa harus menamatkan keseluruhan cerita.
Terakhir dari gue, dengan semangat kemendang-mendingan, gue merekomendasikan game ini untuk para player yang kebetulan belum menyicip keseluruhan konten game pemenang Player’s Voice Award di 2020 ini. It’s worth your money and time walau Iki Island sendiri nggak banyak menambah pengalaman bermain dari jika dibanding dengan base gamenya.
Apa? Butuh angka sebagai penilaian?
Oke, skor 7.5/10 untuk Ghost of Tsushima Director’s Cut. Jadi 8.5/10 kalau kalian belinya di setengah harga atau 300 ribuan. Inget, harga nggak masalah, yang penting murah.
Sampai ketemu di Ghost of Tsushima 2: Tokyo Drift~